Rabu, 13 Agustus 2008

PRESIDEN SOMPIS: KEBIJAKAN PUBLIK HARUS LEBIH BERMAKNA


PRESIDEN SOMPIS: KEBIJAKAN PUBLIK HARUS LEBIH BERMAKNA


“PEMKOT seharusnya mempunyai konsep berjangka panjang, lebih bermakna dan jangan terkesan pencitraan saja”,

Bayu Pamungkas

Presiden SOMPIS

Keadaan dan nasib seseorang memang berada di Tangan Tuhan, manusia hanyalah sebagai insan yang selalu beusaha, berdo’a dan berharap dengan penuh keyakinan. Bahkan keadaan ekonomi yang kurang beruntung dan masa lalu yang penuh dengan liku dan aral tajam melintang seharusnya menjadi cambuk penyemangat dan pelajaran yang berharga. Insan manusia sebagai khalifah di bumi ini seharusnya berperan menjadi subjek yang berguna bagi diri sendiri, keluarga dan orang-orang disekitarnya. Adalah sosok Bayu Pamungkas (29 tahun ), melihat penampilannya dengan tangan penuh tato dan guratan wajah yang keras mungkin orang awam akan berpikir dua kali untuk menyapanya, “ Mohon ma’af mas, kita duduk santai diluar saja karena kunci kantor mungkin dibawa penjaganya”, sambutnya ramah ketika penulis datang dan ketika itu pula penulis sadar bahwa sosok Bayu Pamungkas adalah sesosok yang ramah dan selalu bersikap “welcome” kepada siapa saja. Setelah penulis manyampaikan maksud menyambanginya, beliau bercerita tentang masa lalunya yang terus bergelut dengan kerasnya kehidupan. Semasa remaja yang dimana masa mencari jati diri dijalaninya dengan terus mengikuti “tren anak muda” waktu itu, sehingga sekolah SMA yang dia jalani harus berganti sekolah sebanyak tiga kali pula. “ Mas, kamu naik kelas, tapi sebaiknya pindah sekolah juga ya”, ujarnya guru-gurunya kala itu. Sedikit tertertawa Bayu mengenang kala itu. Selepas SMA, Bayu selalu berusaha mandiri dan membuktikan bahwa dia sanggup untuk mandiri dan tanpa bergantung kepada siapapun. Berbagai profesi dia lakoni tanpa rasa malu tetapi dengan keyakinan selama yang bekerja dengan halal maka akan memberikan barokah bagi dirinya. Menjadi sales obat, pekerja bangunan, membuka warung kecil-kecilan pernah dia jalani.

Pada tahun 2000 Bayu Pamungkas merantau ke Jakarta. Di Ibu kota tersebut Bayu mengadu untung dengan berprofesi sebagai pengamen jalanan. Maklum Bayu sangat menyukai musik. “Berharap jadi seperti Peter Pan mas”, kenang dia. Dikota Metropolitan tersebut bayu terbuka wawasannya, bahwa bukan hanya dengan modal musik yang pas-pasan dan mental beton untuk dapat diterima dan bertahan di kalangan pengamen jalanan Jakarta. Tetapi harus dengan skill yang dapat menjual. Dua tahun kemudian Bayu pulang di kota kelahirannya di solo. Hal-hal positip yang dia dapatkan selama merantau sebagai pengamen jalanan di Jakarta coba dia terapkan di solo. Mulai dia membentuk kelompok kecil pengamen dan selalu melatih skill bermain musiknya. “ Jadi pengamen itu berat mas, di jalanan itu keras, selain itu stigma masyarakat telah melekat, bahwa pengamen itu berkonotasi negatif, mulai dari dianggap orang malas sampai tukang palak, wah pokoknya udah negatip dulu anggapan masyarakat”, ujar dia. Lanjut dia,” tapi saya tidak segera menyalahkan stigma masyarakat mas, soalnya tidak sedikit hal tersebut sering terjadi”. Untuk merubah stigma masyarakat seperti itu Bapak dari Farid Fitrah Syahrani ini mencoba membentuk Kelompok Pengamen Surakarta (PESTA)pada kurun waktu 2002 sampai dengan 2003, Kelompok tersebut merupakan wadah bagi pengamen di daerah Kartasura, pertigaan varoka kerten, terminal Tirtonadi solo dan kota Barat. Selain berupaya melatih kemampuan berlatih musik, Bayu dan kelompoknya juga belajar untuk organisasi. Dari berorganisasi tersebut mulai timbul interaksi-interaksi antar anggota dalam menunjang kemampuan dalam segala hal. Dan dari berorganisasi tersebut mulai terpikirkan untuk segera “keluar dari jalanan”, “ karena dijalanan itu keras, mas”, tegas dia. Usaha kelompok PESTA tersebut sedikit berbuah pada tahun 2003 sampai dengan 2005. Selama kurun waktu kelompok PESTA sering bekerja sama dengan pihak Disparta untuk pentas di Joglo Sriwedari.

Pada tahun 2004 berikutnya PESTA mulai berjejaring dengan SOMPIS (Solidaritas Masyarakat Pinggiran Surakarta), Bayu merasakan dampak positip yang dirasakan ketika bergabung dengan SOMPIS. Kemampuan berorganisasi yang meningkat, proses pembelajaran untuk peningkatan kapasitas diri, akses yang lebih terbuka dengan birokrasi, juga proses advokasi dalam segala hal diperoleh di SOMPIS, seperti bila harus berurusan dengan satpol pp atau kepolisian. Selanjutnya penulis mencoba menanyakan apa harapan Bayu Pamungkas terhadap masih banyaknya pengamen yang berada di jalanan dan mungkin belum membentuk organisasi tetapi sebelum menjawab hal tersebut, beliau menjelaskan kenapa orang menjadi pengamen. Pertama karena tuntutan ekonomi, hal ini terjadi karena orang tersebut tidak mempunyai pilihan lain. Lapangan pekerjaan yang sempit dan tuntutan biaya hidup yang tinggi telah menuntut orang tersebut turun ke jalan dan mengamen. Kedua, karena memang orang tersebut mempunyai jiwa seni musik, hanya karena belum tahu dimana dia harus menyalurkan kemampuan bermain musiknya. Terhadap dua latar belakang ini, berbeda pula harapan Bayu, pertama untuk sebab pertama, Bayu berharap Pemerintah beserta stakeholder terkait untuk memberi jalan keluar bagi penyediaan lapangan pekerjaan. Dalam hal ini perhatian dari DKRPP, Dinas Ketenagakerjaan dan stakeholder yang lain agar segera mengentaskan mereka dari jalanan. Sedangkan untuk sebab kedua, Bayu berharap agar mereka dicarikan tempat yang layak untuk dapat mendukung mereka bermain musik. Misal kerjasama dengan Disparta dan pihak lain untuk selalu dapat mementaskan seniman jalanan tersebut ke panggung-panggung hiburan. “Misal di rumah-rumah makan atau di langen bogan mas”, Bayu mencontohkan. “kedua-duanya hendaknya segera dientaskan dari jalanan”,ujarnya.

Pada konggres SOMPIS yang ke tiga pada tanggal 23 Juli 2007 Bayu Pamungkas terpilih menjadi Presiden SOMPIS. Kerja yang lebih giat dan amanat yang tidak enteng diembankan kepada suami dari Nuri Prihastini ini. Bayu berharap kedepannya SOMPIS menjadi organisasi yang lebih solid, mengukuhkan solidaritas antara berbagai element SOMPIS. SOMPIS merupakan unik organisasi karena terdiri dari berbagai organisasi profesi informal yang berbeda beda, mulai dari pengamen, pedagang kaki lima, pengemudi becak, Pekerja Seks Komersial dan lain lain, yang mayoritas bekerja di sektor-sektor informal. SOMPIS akan terus melakukan kegiatan koordinasi antar element SOMPIS, melakukan kegiatan-kegiatan advokasi bagi element-element SOMPIS pada khususnya dan masyarakat pinggiran pada umumnya dalam memperoleh Hak Layanan Dasar di kota Solo. SOMPIS juga terus menggali dan mencari aspirasi dan partisipasi dari berbagai elemen SOMPIS karena dengan hal tersebut maka wacana ataupun ide ide baru bagi perkembangan SOMPIS akan terwujud. Dari segi perekonomian, SOMPIS akan mewujudkan Community saving bagi para anggotanya. Sebagai Presiden SOMPIS, Bayu mengharapkan berbagai kebijakan publik yang dikeluarkan PEMKOT selalu berpihak kepada pihak masyarakat kecil. Tidak terdapatnya lagi diskriminasi di segala sektor antara warga miskin dan non miskin,seperti hak pelayanan kesehatan yang sama, hak mengakses pendidikan yang sama, “Misal mas, apa ada murid SD Negeri favorit di solo yang orang tuanya orang miskin?”, tekan Bayu. Penguatan aspirasi dan partisipasi warga dalam rangka pembangunan kota solo. Bayu juga amat menyayangkan berbagai kebijakan pemkot yang tidak konsisten dan selalu berubah-ubah. “Sebagai contoh sewaktu relokasi PKL barat rel purwosari sampai kerten, dulu sewaktu sosialisasi, sebanyak 150 PKL akan diberi selter di sebelah timur solo Square. Tapi realisasinya cuma 87 selter. Jadi terpaksa sisanya tidak lagi jualan Mas,” imbuh Bayu. Lebih lanjut Bayu menambahkan bahwa kebijakan penataan PKL yang dilakukan PEMKOT hendaknya mempunyai konsep berjangka panjang, lebih bermakna dan jangan terkesan pencitraan saja. ”Coba mas bayangkan saja, Wisata kuliner Langen Bogan, sekarang ini musim kemarau mas, tapi coba nanti kalau musim hujan, apa yang terjadi?, kalau belum ada langkah antisipasi dari instansi terkait. Kan yang dirugikan pertama kali tetap “wong cilik” mas”, kata Bayu mengakhiri pembicaraan ini.


0 komentar: